Defaso no sentido do amor moderno

A sociedade atual está criando uma nova ética de relação, os relacionamentos estão cada vez mais fragilizados e desumanos. Os relacionamentos em geral, estão sendo tratados como mercadorias. Se…

Smartphone

独家优惠奖金 100% 高达 1 BTC + 180 免费旋转




Kenapa Sih Aku Selalu Menyalahkan Diri Sendiri?

Ingatkah kamu kalau sering melakukan kesalahan ke orang lain? Misalnya kamu berkata yang tidak menyenangkan, berkelakuan tidak sopan bahkan kamu sering merepotkan dan merugikan orang lain. Mungkin setelahnya kamu menyalahkan diri sendiri dan marah sama diri kamu sendiri.

Akhirnya kamu malah mengakui kesalahan atas kelakuan yang ada di diri kamu. Dan hal itu membuat kamu marah atas ketidakmampuanmu terhadap sesuatu. Kamu menganggap dunia sedang menuntutmu lebih, tapi diri kamu malah tidak bisa mengikutinya. Alhasil kamu cenderung menyalahkan diri sendiri atas kekurangan-kekuranganmu, sampai-sampai tidak bisa memaafkan diri kamu lagi. Herannya, kamu seolah-olah memusuhi dirimu sendiri lho. Tapi sayangnya, kamu harus tau kalau akan banyak (banget) kesalahan-kesalahan yang kamu lakukan nanti di masa depan bahkan besok setelah kamu melakukan kesalahan hari ini. Bisa dijamin, kamu akan salah lagi, hidupmu akan dipenuhi oleh rangkaian kesalahan, entah itu besok, minggu depan, bulan depan atau tahun depan dan seterusnya.
Sekarang aku tanya, bisakah kamu bertahan di keadaan seperti itu? Pastinya kamu pengen bertahan kan.

Nah untuk bisa berdamai dengan diri sendiri dan bertahan dalam mengatasi semua kesalahanmu, kamu harus tau bagaimana cara memandang hidup, terlebih untuk dirimu sendiri. Cara kita memandang hidup adalah ketika kamu berusaha mengumpulkan peristiwa yang pernah dihadapi sebelumnya.
Apabila kamu terus berfokus pada kesalahan-kesalahan yang pernah diperbuat sebelumnya, kamu akan mempunyai perasaan tertekan. Kamu merasa dipaksa untuk mengikuti dan mengimbangi dunia yang sudah jauh kedepan sementara kamu tertinggal bersama kesalahanmu dan ketidakmampuanmu. Tapi lihat sekelilingmu, rasanya memang semua seperti itu sekarang. Dunia seakan bergerak cepat, kesempurnaan dimana-mana. Contohnya di media sosial sekarang, kamu melihat teman-teman mu punya hidup yang lebih baik dari kamu, lebih bahagia dari kamu dan kamu ingin seperti itu. Tapi kalau kamu liat diri kamu sendiri, kamu adalah orang yang berkutat dengan kesalahan yang kamu perbuat. Alhasil, orang yang tidak sempurna dihadapkan oleh dunia yang dipenuhi oleh orang-orang yang sempurna.

Dan dari itu, bagaimana caranya kita bisa bertahan dari semua keadaan ini? Bagaimana cara kita bisa tetap baik-baik saja dan tidak merasa cemas padahal kita hidup di dunia yang menuntut lebih baik. Masalahnya, kamu itu tidak terima ketika diri kamu tidak bisa mengikuti hal itu dan kamu butuh untuk menjadi lebih baik. Kamu berpikir kamu harus lebih baik. Kamu marah, kamu tidak terima bahwa diri kamu tidak bisa menjadi apa yang orang lain minta. Dan itu masalahnya. Tapi, ngak ada yang bisa seperti itu. Ngak ada orang yang bisa sempurna dan bisa memenuhi apa yang orang lain minta. Nobody is perfect.

Ya ngak gimana-gimana. Jawabannya simple, ya kamu terima aja kenyataan bahwa diri kamu ngak bisa memenuhi dan mengikuti seluruh tuntutan dunia yang datang nyamperin kamu. Cukup terima aja diri kamu sekarang beserta kelebihan dan kekurangan yang nempel di hidupmu. Ini namanya penerimaan diri, kawan.

Penerimaan diri itu ya gimana cara kamu bisa menerima kondisi diri kamu di segala kondisi atau keadaan termasuk kelemahan dan kekuranganmu. Supaya kamu bisa menerima dirimu sendiri, kamu harus inget bahwa kemampuan untuk menyanyangi diri sendiri itu datang ketika kita mampu berpikir bahwa diri kita pantas untuk dicintai. Jika hal ini udah tertanam di dalam diri, maka kamu akan mudah melepaskan rasa bersalah saat melakukan kesalahan. Pada akhirnya kamu bisa mudah untuk memaafkan diri sendiri. Selain itu, kamu juga perlu inget bahwa ngak semua hal bisa langsung mudah diperbaiki saat itu juga. Semuanya butuh proses. Kita itu manusia dan kita punya keterbatasan. Penerimaan diri ini digunakan sebagai pengingat diri kita bahwa hidup ini bukan hanya untuk menjadi sempurna.

Biar bisa menerima diri sendiri, kamu harus berhenti untuk menilai diri kamu sendiri seperti guru kamu menilai ujian nasionalmu di sekolah. Ini berbeda, ini hidup kamu dan ini milikmu. Akhirnya kita juga harus sadar bahwa di dunia yang serba cepat, serba sempurna, dan serba menuntut ini pasti susah bagi kita untuk menerima diri kita apa adanya. Tapi ya, kamu juga harus inget kalau di akhir nanti yang kita punya itu cuma diri kita sendiri, kita akan bergantung pada satu orang yaitu diri kita sendiri. Sampaikan terimakasih kepada diri kita sendiri karena telah mampu bertahan sampai detik ini.

#21HariIstiqomahMenulis
#Day2ofCreativeWriting
#PerasaanAl
#20April2021

Add a comment

Related posts:

As We Open Our Hearts with Nina Simons

The path to healing and restoration as a global community is built by the relationships we all have with ourselves, each other, and the ancient intelligence of the living Earth. We can change course…

A Defining Moment

Every generation seems to have a moment that offers an opportunity to question the prevailing paradigm of the times. This is such a moment. The month of April is here, marking the start of spring (in…

Why Everyone Wins in the Salesforce Economy

It was 11 years ago when Salesforce briefed me at Gartner about this new idea called Salesforce AppExchange. It was a concept that would enable customers, implementation partners and ISV providers to…